"Barangsiapa memakmurkan
tanah yang tidak dimiliki oleh siapapun
maka ia lebih berhak
dengan tanah tersebut ( HR Bukhari).
"Barangsiapa menghidupkan
tanah mati, maka tanah itu miliknya." (HR Tirmidzi)
Jawa Barat memiliki luas total sekitar 4,4 Juta hektar merupakan wilayah
agraris yang berkontribusi dalam memasok kebutuhan pangan di Indonesia hingga
negara lain di dunia. Sumber-sumber agraria merupakan penopang dan kekuatan
utama ekonomi Jawa Barat. Sebagai wilayah dengan kebudayaan agraris, keberadaan
petani, buruh tani serta nelayan di perdesaan merupakan kekuatan utama dalam
mendukung kehidupan dan keberlanjutan kehidupan rakyat Jawa Barat dan rakyat
Indonesia pada umumnya.
Ironisnya, meskipun di wilayah agraris, kemiskinan
petani, buruh tani dan nelayan di wilayah perdesaan di Jawa Barat masih dialami
secara nyata dan belum tertangani dengan baik. Sekitar 11 Juta orang atau 25%
dari total penduduk Jawa Barat masih berada dalam garis kemiskinan.
Sekitar 80 % rakyat miskin berada di wilayah perdesaan, padahal wilayah
perdesaan merupakan kekuatan nyata ekonomi negara.
Ada beberapa permasalahan pokok penyebab kemiskinan di
perdesaan diantaranya pertama, ketimpangan penguasaan dan
pengelolaan sumber agraria termasuk rendahnya aset dan akses rakyat (petani dan
buruh tani) terhadap lahan tani sebagai sumber kehidupan. Dari sisi aset,
rata-rata penguasan lahan tanah di Jawa Barat hanya 0,2-03 ha/kk. Bahkan
sebagian besar petani yang berada di sekitar kawasan kehutanan dan perkebunan
belum bisa mengelola dengan jaminan perlindungan yang kuat dari negara. Dari
sisi akses, petani belum memiliki akses memadai atas modal, teknologi, sarana
dan infrastruktur yang mendukung pertanian baik di kawasan maupun luar kawasan
negara.
Dominasi penguasaan dan pengelolaan lahan di kawasan
kehutanan dan perkebunan yang dikelola perusahaan negara seperti PTPN VIII,
Perum Perhutani, Perusahaan Swasta lainnya telah ikut andil menghilangkan akses
rakyat tani terhadap lahan. Di Jawa Barat, di luar kawasan hutan konservasi dan
lindung, ada sekitar 684.423 Ha kawasan hutan dikuasai Perum Perhutani.
Sekitar217.380,58 hektar kawasan perkebunan di 197 lokasi Perkebunan dikuasai
oleh 137 Badan Usaha Perkebunan diantaranya Perkebunan Besar Negara (PTPN
VIII); Perkebunan Swasta Nasional (129 perusahaan); Perkebunan Swasta Asing (4
perusahaan); Perkebunan Besar BUMD dan Perkebunan Koperasi (2 koperasi).
Padahal, sekitar puluhan ribu hektar lahan tanah di kawasan kehutanan dan
perkebunan banyak yang ditelantarkan dan dibiarkan. Sementara, para petani yang
berjuang untuk mendapatkan lahan garapan kemudian disengketakan dan
dikriminalinasi bahkan berujung tahanan penjara dan kematian.
Kedua, konversi
lahan pertanian pun semakin meluas di kawasan pertanian, kehutanan dan perkebunan
oleh aktivitas pembangunan seperti pertambangan, pembuatan jalan tol, bandara,
waduk, pabrik-industri dan infrastruktur fisik lainnya. Kegiatan pembangunan
fisik dan pertambangan dipastikan akan berdampak pada hilangnya akses rakyat
tani pada lahan taninya. Ketiga, permasalahan kualitas lahan
pertanian yang semakin rusak oleh pencemaran limbah industri dan hilangnya
produktifitas lahan akibat bencana kekeringan di musim kemarau dan banjir di
musim penghujan. Di tahun 2012 saja, sekitar 98.000 Ha lahan pertanian padi
terancam gagal panen. Keempat, rendahnya jaminan
perlindungan dan keamanan sosial bagi para petani dan buruh tani serta
rendahnya jaminan perlindungan ekologis bagi lahan pertanian produktif.
Dari fakta di atas, akar permasalahan pokok adalah
gagalnya negara menjalankan mandat konstitusi untuk memakmurkan rakyat tani dan
negara lebih memihak kepada pemodal atau investor asing dalam mengelola
kekayaan agraris di Jawa Barat.
Berdasarkan situasi ini maka Aliansi Rakyat Jawa Barat
(Al JABAR) yang terdiri dari berbagai Serikat
Tani, Akademisi, dan NGO yang ada di Jawa Barat menyatakan sikap :
- Mendesak
Pemerintah Provinsi Jawa Barat Berperan aktif dalam memajukan kebudayaan
agraris di Tatar Parahyangan
- Mendesak
pemerintah Jawa Barat mengeluarkan rekomendasi penetapan Peraturan Pemerintah
tentang Reforma Agraria kepada Pemerintah Pusat
- Mendesak
Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk berperan aktif dalam penyelesaian sengketa dan konflik agraria dalam: a). Kasus Pembangunan Waduk
Jatigede, b). Sengketa dan Konflik Agraria PT. Agro Jabar dengan Rakyat
Pangalengan, c). Penyelesian Sengketa dan
Konflik Agraria antara Kehutanan dan masyarakat petani Angkola, d). Korban Pembangunan Jalan Tol
Cisumdawu, sengketa agraria di KBU, dan wilayah konflik lainnya di Jawa Barat.
- Mendesak
Pemerintah Jawa Barat untuk menjalankan mandat Peraturan Pemerintah No. 11
Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah-tanah terlantar di Jawa
Barat
- Melindungi
kepentingan kaum tani dari tindak pencemaran lingkungan oleh industri dan
pertambangan
- Mendesak
Pemerintah Jawa Barat bersungguh-sungguh untuk mengalokasikan dan
merealisasikan kebijakan dan program pendukung berupa: anggaran, teknologi,
pasar, irigasi, pengembangan organisasi petani.
- Mendesak
Pemerintah Jawa Barat bersungguh-sungguh untuk menyelamatkan lahan-lahan
pertanian produktif dari proses alih fungsi lahan
- Mendesak
Pemerintah Jawa Barat bersungguh-sungguh untuk melindungi petani terhadap
sumber air
- Mendesak
Pemerintah Jawa Barat untuk mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah pusat
agar menerbitkan kebijakan proteksi terhadap produk-produk pertanian bangsa
Indonesia
- Mendesak
Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersungguh-sungguh untuk melindungi kaum tani
dari tindak kriminalisasi pada sengketa dan konflik agraria.
Bandung, Senin, 24 September
2012
ALIANSI RAKYAT JAWA BARAT (AL
JABAR)
-AGRA Jabar, DTI, STN-PRM, WALHI Jabar, KPA, SPBS, FMN, AMBU, Perkumpulan
Inisiatif, PSDK, UKSK, LBH Bandung, FK3I, FDA, SHI, FPB, GMNI Sumedang,
Kelompok Tani Pangkalan, ASAS, KWT Barokah, Baraya Tani, MPSA, SOS, Kelompok
Tani Tumaritis, SPHP, SHI Jabar.
“Pertahankan Tanah Walau Hanya
Sejengkal”