*Andri Parangin-angin; Artikel penelitian Mmhasiswa Atropologi Fisip Unpad angkatan 2007
ABSTRAK
Penelitian ini mengenai konflik agraria yang terjadi antara petani
dengan Perhutani di Desa Genteng. Dalam penelitian ini dijelaskan sejarah
konflik dan proses perkembangan konflik serta faktor-faktor penyebab konflik.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kehidupan masyarakat Desa Genteng
dan bentuk-bentuk konflik yang ada di Desa Genteng. Metode penlitian ini adalah
studi kasus yang menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan
selama dua setengah bulan, yaitu mulai dari awal bulan Oktober sampai pada
akhir bulan Desember. Lokasi penelitian terletak di Desa Genteng Kecamatan
Sukasari Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Bedasarkan temuan penelitian, konflik yang terjadi diakibatkan oleh perbedaan kepentingan lahan antara petani Desa
Genteng dengan Perhutani. Petani yang menginginkan lahan Perhutani dikelola,
khususnya pengelolaan secara intensif yang dilatarbelakangi oleh motif ekonomi.
Berbeda dengan Perhutani, mereka ingin menjaga hutan agar tetap lestari demi
generasi yang akan datang. Perhutani juga tidak ingin kerusakan hutan yang ada
di Timur Manglayang semakin rusak parah karena bisa berdampak pada orang lain,
seperti banjir atau erosi tanah. Dalam masyarakat petani Desa Genteng konflik
sudah berlangsung sejak tahun 1982. Konfliknya ada yang berlangsung secara
damai dan ada juga yang berujung pada kerusuhan. Kondisi petani di Desa Genteng
kebanyakan tidak bertanah dan menggunakan alat pertanian yang sangat sederhana.
Para petani yang ada di Desa Genteng menggarap lahan Perhutani hanya untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Petani berani menggarap lahan Perhutani tidak
terlepas dari peran kelompok tani. Dalam kelompok tani sering dilakukan diskusi
sehingga pengetahuan mereka bertambah khususnya dalam politik dan hukum. Petani
malah menuntut kepada pemerintah agar landreform dijalankan. Sekarang telah
dibentuk kelompok kecil untuk mencari solusi yang terbaik.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah petani yang ada di Desa Genteng
membutuhkan tanah untuk bertani karena mereka hanya punya kamampuan bertani
untuk menyambung hidup. Perhutani juga tanggung jawab untuk menjaga hutan agar
tetap lestari. Kedua kepentingan ini menjadikan sebuah konflik antara petani
yang ada di Desa Genteng dengan Perhutani.
Kata kunci : konflik, landreform, kelompok
tani, faktor konflik, bentuk konflik, ekonomi petani.
PENDAHULUAN
Penelitian ini
adalah studi kasus sengketa lahan antara petani dan Perhutani
yang ada di Desa Genteng, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang. Mayoritas mata pencaharian masyarakat Desa Genteng
adalah bertani. Layaknya seorang petani untuk meningkatkan perekonomiannya,
maka tanah sangat dibutuhkan. Begitu juga dengan petani di Desa Genteng, mereka
juga butuh tanah untuk dikelola. Bukan hanya tanah saja yang mereka butuhkan,
modal, teknologi juga mereka butuhkan.
Tanah adalah
aset yang paling penting dalam kehidupan masyarakat karena tanah adalah sumber
kehidupan. Dalam negara agraris tanah merupakan sumber utama dalam berproduksi
sehingga di Indonesia dalam hak kepemilikan, hak guna usaha, hak pakai, hak
sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan dibatasi dalam undang-undang
pokok agraria. Sebagian besar petani di Indonesia adalah buruh tani
dan petani gurem atau sering disebut sebagai Peasant bukan farmer (Noertjahyo,2005:
14). Peasant merupakan petani yang
bercocok tanam dan berternak di daerah Pedesaan, sedangkan farmer merupakan pengusaha pertanian yang mengambil keuntungan dari
hasil penjualan produksinya di pasar (Wolf Eric,1985: 2). Secara ekonomi, Wolf
mengatakan, petani merupakan produsen utama kekayaan sosial dan masyarakat yang
lain hanya menduduki posisi sekunder (1985: 17). Masyarakat petani yang ada di Desa Genteng masih bercocok tanam dan
beternak dengan skala yang kecil.
Sengketa tanah
yang terjadi di Desa Genteng antara petani
dan Perhutani terjadi karena pendudukan lahan yang dilakukan oleh petani di
lahan Perhutani. Masyarakat yang membutuhkan tanah memanfaatkan lahan dari
Perhutani. Sementara Perhutani ingin melakukan konservasi hutan agar sumber airnya
tidak kekeringan. Musyawarah yang dilakukan belum menemukan solusi sehingga
permasalahannya telah sampai pada pemerintah Kabupaten Sumedang. Bagi
masyarakat petani Desa Genteng jaminan atas tanah tertuang dalam UU Pokok
Agraria. Undang-undang ini dibuat untuk memberikan tanah kepada masyarakat
Indonesia secara menyeluruh. Di lain pihak UU Kehutanan merupakan salah bentuk
jaminan bagi Perhutani untuk melakukan konservasi hutan. Hal ini membuat banyak
petani Desa Genteng tergusur dari tanah yang sedang dia kelola untuk menyambung
hidup.
METODE
PENELITIAN DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA
1. Metode Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan penelitian
ini, metode pengumpulan data yang dipakai secara umum merujuk kepada bentuk
penelitian kualitatif berorientasi etnografis. Orientasi etnografis
dilaksanakan karena dirasa adanya sesuatu yang penting dalam melihat konteks
sosio-kultural yang menjembatani hubungan-hubungan antar konsep yang sekiranya
berguna untuk menjawab pertanyaan penlitian. Selain itu etnografi juga akan
membantu melihat kepemilikan tanah dalam masyarakat Genteng.
2. Teknik pengumpulan Data
Dalam
penelitian ini, data diperoleh langsung dari informan (sebagai data primer).
Teknik pengumpulan data primer adalah
observasi dan wawancara. Selain data primer, data juga diperoleh melalui
beberapa referensi buku, media-media informasi lainnya (data sekunder). Data
sekunder diperoleh dari lembaga resmi seperti Kantor Kecamatan, Kantor Desa,
Kepala Dusun. Untuk mengumpulkan data dilakukan dengan kegiatan :
2.1 Observasi
/ pengamatan
Observasi merupakan
pengamatan terhadap fenomena yang dapat dilihat secara langsung sebagai
pelengkap data yang diperoleh. Metode pengamatan digunakan untuk memahami
gejala-gejala yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari individu yang diteliti
untuk dicocokan relevansi atau kebenarannya dengan informasi yang diperoleh
melalui wawancara. Salah satu kegunaan metode pengamatan adalah untuk
mendeskripsikan perilaku manusia, proses kerja dan gejala-gejala alam
(Sugiyono,2006:162).
Observasi yang akan
digunakan adalah observasi partisipasi. Observasi partisipasi melibatkan
keikutsertaan peneliti dengan individu yang diobservasi atau komunitas. Di
dalam observasi partisipasi hubungan antara peneliti dengan komunitas baru yang
akan diobservasi harus dibangun dengan baik agar data yang diperoleh lebih
lengkap dan tajam (Sugiyono, 2006: 162). Observasi dilakukan untuk melihat
kondisi lahan pertanian, tempat tinggal penduduk, aktivitas sehari-hari dan
gambaran umum ekonomi penduduk yang ada di Desa Genteng.
2.2 Wawancara
Wawancara merupakan
percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan berlangsung antara
narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan informasi
dari orang yang diwawancarai melalui pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh
informan. Dalam mempersiapkan informan, ada tiga (3) hal yang harus
diperhatikan yaitu, pertama seleksi individu yang akan diwawancara, kedua
pendekatan terhadap individu yang akan diwawancara dan yang ketiga adalah
pengembangan suasana yang wawancara sehingga menimbulkan saling pengertian
antara peneliti dan yang diwawancarai (Koentjaraningrat,1977: 163)
Dalam penelitian ini
ada 6 orang informan dan informan tersebut dibagai menjadi dua yaitu, informan
kunci dan informan utama. Informan kunci adalah individu yang bisa membuka
pintu untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti (Sugiyono,
2006). Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah petani Desa
Genteng yang menggarap lahan Perhutani dan sebagai informan utamanya
adalah Kepala Desa. Selain informan tersebut ada informan ahli yang diwawancarai
untuk melangkapi data. Contohnya adalah pakar agraria dan orang-orang yang
telah lama bergerak dibidang agraria seperti KPA, LSM dan organisasi Serikat Tani
Nasional Politik Rakyat Miskin (STN-PRM).
2.3 Studi
kepustakaan
Studi kepustakaan diperlukan untuk memanfaatkan
data sekunder, seperti data yang berasal dari buku dan bahan tertulis lainnya
yang berhubungan dengan masalah penelitian. Studi kepustakaan ini juga untuk
mempercepat pemahaman tentang kondisi lapangan penelitian, sekaligus
mempertajam analisa, studi kepustakaan dilengkapi dengan riset data sekunder.
Sumber data sekunder masyarakat terdiri dari arsip data desa, data pemerintah,
dan bahan-bahan yang dipublikasikan lainnya.
2.4 Diskusi kelompok
Diskusi kelompok digunakan selama penelitian.
Diskusi kelompok berfokus pada reforma agraria yang tertuang dalam
Undang-undang Pokok Agraria. Diskusi dilakukan bersama dengan masyarakat
Genteng dan para perangkat desa. Diskusi kelompok bertujuan bukan untuk
mendapatkan data pokok, melainkan untuk membangun kedekatan dengan masyarakat
yang diteliti agar tidak muncul kecurigaan saat penelitian berlangsung.
Hasil Lapangan
Data Umum
|
|
1. Keadaan
Sosial
|
a.
Desa Genteng merupakan salah satu Desa
yang terlibat konflik dengan Perhutani yang ada di Sumedang. Jarak tempuh
Desa Genteng dari Jatinangor sekitar
45-60 menit.
b.
Jumlah penduduk di Desa Genteng adalah
6042 jiwa. Mata pencaharian utama penduduk tersbut adalah bertani. Selain itu
ada juga yang menjadi PNS, TNI/POLRI dan berdagang.
c.
Pendidikan di Desa Genteng termasuk
rendah karena yang masuk perguruan tinggi hanya 4,7%, sedangakan yang tamat
SD sebesar 77%.
d.
Kondisi pertanian di Desa Genteng
cukup beragam, yaitu tembakau, kopi, kentang, kol, terong, cabai, kacang
panjang dan jagung. Komuditas utamanya adalah tembakau. Petani yang ada di
Desa Genteng terbagi dua yaitu petani
yang bertanah dan yang tidak bertanah (buruh tani).
|
2. Sistem
budaya
|
a.
Organisasi formal:
-
RT/RW (Rukun Tetangga dan Rukun Warga)
-
Posyandu
b.
Organisasi non-formal:
-
Kelompok tani
|
PEMBAHASAN
KEBIJAKAN PERUNDANG-UNDANGAN
Konflik yang terjadi di Desa Genteng
merupakan tanggung jawab dari pemerintah. Dengan Sistem perundang-udangan
sekarang pemerintah pusat maupun daerah harus mengguakan asas Pancasila sebagai
landasan idiil dan UUD 45 sebagai landasan konstitusionalnya. Berdasarkan UUD
45 pasal 33 ayat 3 bahwa bumi dan air dikuasai oleh negara dan harus dikelola
untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Dengan demikian maka lahirlah UU PA
yang bertujuan untuk membagikan tanah kepada masyarakat petani tanpa
terkecuali. Melalui UU ini pemerintah
bisa menyelesaikan konflik yang terjadi di Desa Genteng. Selain itu ada
beberapa UU yang baru dan bisa menjadi penguat pemerintah khususnya pemerintah
daerah. Adapun UU tersebut adalah:
Undang-undang
No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
Dalam
undang-undang ini pasal 10 ayat (3) yang menjadi urusan pemerintah pusat adalah
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional
dan agama. Di luar dari yang disebutkan tadi merupakan kewenangan daerah. Ini
merupakan angin segar bahwa untuk menjalankan reforma sangat terbuka jelas
karena menyangkut potensi daerah terutama yang daerah pertanian.
Undang-undang
No.25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian
Pada pasal 3, koperasi bertujuan untuk
mensejahterakan anggota secara khususnya dan masyarakat pada umunya. Selain itu
koperasi juga bertujuan untuk membangun tatanan perekonomian nasional dalam
rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan pancasila dan
UUD 1945. Di dalam koperasi petani bisa meminjam modal yang memiliki bunga
rendah dan bisa membagi hasil diakhir tahun sesuai dengan pasal 45 ayat 2. Hal ini menghindari petani dari rentenir yang bisa
menjerat ekonomi mereka.
Penyelesaian Sengketa Agraria Di Desa Genteng
Dalam penyelsaian kasus sengketa
lahan yang ada di Desa Genteng ada dua caranya, yaitu yang pertama adalah
menjalankan landreform. Bila memang landreform menjadi solusi yang akan
dijalankan oleh pemerintah maka ada hal yang harus diperhatikan yaitu kondisi
hutan. Hutan yang semakin tergerus ekologinya menjadi pertimbangan utama agar
tidak terjadi banjir disaat musim hujan dan kekeringan di saat kemarau.
Kedua adalah petani yang ada di Desa Genteng terkhusus yang berkaitan
langsung dengan konflik bisa dialih profesikan. Selama ini masyarakat hanya
berfokus pada pertanian dan membuat kebutuhan lahan juga sangat tinggi. Dengan
pengembangan potensi yang dimiliki oleh masyarakat maka ketergantungan terhadap
lahan juga semakin berkurang sehingga konflik antara petani dengan Perhutani
dapat diselesaikan.
Kesimpulan
Penelitian
tentang konflik petani dengan Perhutani 2012 merupakan salah bagian konflik
agraria yang ada di tanah air. Konflik ini menunujukkan kepada kita bahwa
selama ini kehidupan petani sangat terpinggirkan dan tidak mendapatkan dari
permerintah. Penelitian ini menggambarkan hubungan antara petani dengan lembaga
Perhutani yang memiliki kepentingan terhadap hutan. Di sisi lain peran
organisasi juga sangat memberikan pengaruh yang sangat besar dalam memberikan
pencerdasan politik. Hasilnya petani memiliki keberanian untuk menuntut
pemerintah agar tanah dibagikan kepada rakyat sesuai yang tertuang dalam UU PA
dan Perpu No.56 tahun 1960. Adanya pengetahuan baru yang berasal dari
organisasi membuat petani merasa punya landasan hukum untuk menuntut haknya.
Tanah yang dikelola oleh petani
merupakan kawasan hutan yang dikuasai oleh Perhutani. Permasalahan muncul
ketika Perhutani melarang masyarakat untuk bercocok tanam di area tersebut.
Bagi Perhutani kawasan tersebut tidak boleh lagi ditanami karena sudah menjadi
hutan lindung, tetapi disisi lain masyarakat harus tetap bertahan hidup dengan
cara bertani. Pihak Perhutani tetap bertahan karena alasan ekologi hutan yang
harus tetap dijaga. Perhutani takut bila hutan dikelola secara intensif akan
membuat kerusakan hutan semakin parah. Akibatnya pada saat musim kemarau air
bisa habis dan pada musim hujan bisa mengakibatkan banjir. Permasalahan ini
akhirnya muncul kepermukaan saat masyarakat petani melakukan aksi demontrasi
kepemda Sumedang. Masyarakat yang telah terorganisir mendatangi kantor bupati
dan menuntut pemerintah agar menjalankan landreform.
Kelompok tani memberikan sebuah harapan
baru kepada petani, terutama mereka yang tidak punya tanah. Mereka menuntut
supaya agenda reforma agraria dijalankan karena ada keinginan kehidupan yang
lebih baik lagi. Kehidupan yang selama ini sudah sangat jauh dari harapan ingin
diubah dengan adanya UU PA dan Perpu No.56 tahun 1960 yang mereka dapatkan dari
organisasi tani. Di organisasi mereka dapatkan cara-cara untuk melakukan aksi,
menulis dan bermusyawarah. Coser mengatakan konflik akan membuat solidaritas
kelompok akan semakin meningkat. Pada kenyataannya para petani brsatu melawan
pemerintah karena hak mereka sebagai warga negara tidak diberikan. Petani
seharunya mendapatkan tanah sesuai yang diatur dalam UU PA dan Perpu No.56
tahun 1960 malah tergusur tanpa ada alokasi yang jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Bachriadi, Dianto dan Lucas, Anton, 2001. Merampas
Tanah Rakyat, Kasus Tapos dan
Cimacan. Kepustakaan Populer
Gramedia (KPG), Jakarta.
Coser, Lewis A. 1957. “Social Conflict and The
Theory Of Social Change, dalam The British Journal Of Sociology, Vol.8.
No.3,pp:197-207.
Dahrendrof,
Ralf, penerjemah, Mandan, Ali. 1986. Konflik dan Konflik Dalam Masyarakat
Industri. Rajawali Press, Jakarta.
Fauzi,
Noer. 2003. Bersaksi Untuk Pembaharuan Agraria. Insist Press Printing,
Yogyakarta.
Geertz, Clifford. 1983. Involusi Pertanian, proses perubahan ekologi di Indonesia.
Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Ihromi, T.O.
1984. Antropologi dan Hukum, PT Midas Surya Grafindo, Jakarta.
Klinken,
G. Van. 2007. Perang Kota Kecil, Kekerasan
Komunal dan Demokratisasi di Indonesia. Yayasan Obor Indonesia dan KITLV,
Jakarta.
Koentjaraningrat,
1977. Metode-metode Penelitian Masyarakat. PT Gramedia, Jakarta.
Mubyarto,
1983. Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.
Mulyanto,
Dede. 2011. Antropologi Marx, Karl Marx
Tentang Masyaraka dan Kbudayaan. Ultimus, Bandung.
Napiri,
Yusup dkk. 2006. Reforma Agraria:Kepastian Yang Harus Dijaga. Koalisi rakyat
untuk kedaulatan pangan (KRKP), Bogor.
Noertjahyo,
JA. 2005. Dari Ladang Sampai Kabinet,menggugat
nasib petani. Buku Kompas, jakarta.
Peluso,
Nancy Lee. 1992. Rich Forerest, Poor
People. Resource control and resistance in java. The Regents Of The
University Of California.
Santoso,
Slamet. 2004. Dinamika Kelompok. Bumi Aksara, jl. Sawo Raya, Jakarta.
Soekarno,
1986. Amanat Proklamasi III 1956-1960. Inti Idayu Press dan Yayasan pendidikan
Soekarno.
Sugiyono,
2006. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung.
Suyanto,
Bagong. 2011. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Prenada
Media. Jakarta Timur.
Wiradi,
Gunawan. 2000. Reforma Agraria, Perjalanan
Yang Belum Berakhir. Insist Press Printing, Yoyakarta.
Wolf, Eric.
2004. Perang petani. Insist Press Printing, Yogyakarta.
Wolf,
Eric. 1983. Petani, suatu Tinjauan
Antropolgis. CV. Rajawali, jl. Pelepah Hijau, Kelapa Gading, Jakarta.
Posting Komentar